REVIEW FILM : Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak




Hallo, apa kabar semua?

Kembali lagi aku menyapa kalian semua lewat tulisan.

Sebelum membaca lebih lanjut aku harus meluruskan sesuatu bahwa :
‘REVIEW YANG AKU BUAT INI BERDASARKAN PANDANGAN PRIBADI HASIL MENONTON FILM MARLINA’

Sudah paham? Oke, let’s move on to the review.

Jadi, film ini saya tonton sekitar dua minggu lalu bersama teman-teman saya yaitu Diandra, Lungid, Ilham, Radit dan Widi di bioskop salah satu mall yang ada di daerah Tangerang. 

Jadilah kita menonton film Marlina.

Adegan pembuka, penonton akan dimanjakan dengan potongan gambar padang savana yang luas, kuning dan melambai-lambai di tiup angin.

Adalah Marlina (Marsha Timothy) diceritakan sebagai seorang janda yang tinggal sendirian di sebuah rumah yang juga letaknya sendiri, jauh dari rumah-rumah lainnya. Yah, sebenarnya kalau di pedesaan atau kampung sekali yah khususnya di Nusa Tenggara  Timur jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain itu memang jauh.

Sebenarnya Marlina ini tidak benar-benar tidak tinggal sendirian karena dia didampingi oleh suami-nya (almarhum) yang duduk di sudut ruangan dalam gelap dan dibungkus dengan beberapa lapis kain sumba dan di rumah saya di Kefamenanu, mama saya punya kain Sumba itu.

Soal suami-nya si Marlina ini, saya dan teman saya Diandra sempat adu argumen di bioskop karena menurut Diandra itu adalah mayat sementara menurut saya bapa-nya Marlina hanya tidur saja. Ujung-ujungnya saya akhirnnya sepaham dengan Diandra bahwa itu adalah mayat yang dibungkus.

Selanjutnya, masalah mulai muncul ketika Markus (Egi Fedly) datang ke rumah Marlina sebagai seorang yang yah saya sebut rentenir. Waktu itu saya kurang menyimak karena sedikit sibuk menjelaskan beberapa kalimat yang teman-teman saya kurang paham karena dialeg daerah. Tapi, Markus ini datang untuk menyita semua ternak milik Marlina sampai akhirnya meminta Marlina untuk memasak makan malam yaitu sup ayam.

SUMPAH YAH!! SUP AYAM DI NTT ADALAH SUP AYAM TERBAIK YANG PERNAH SAYA COBA.

Mungkin karena memang cocok rasanya dengan lidah saya. Apalagi sup ayam kampung khas Manggarai. Biasanya sup ayamnya itu benar-benar kuah nya bening. Ayam direbus seperti layaknya mau membuat sup dan ditambhkan garam dan sedikit penyedap rasa dan langsung siap santap. Tapi sungguh rasanya enak.

Oke, kembali lagi!!

Marlina hanya menuruti permintaan si Markus walaupun dia juga takut karenaa Markus sempat bilang kalau dia dan teman-temannya akan datang kesini, mengambil ternaknya dan menyetubuhi Marlina. Total mereka ada tujuh orang.

Lalu datanglah sore harinya mereka untuk mengambil ternak Marlina, makan malam sup ayam yang ternyata sudah diracuni oleh Marlina, lalu mereka meninggal, Marlina diperkosa oleh Markus dan Markus dipenggal kepalanya oleh Marlina dan semua cerita benar-benar dimulai disitu.

Saya tidak akan menjelaskan cerita film ini secara lebih detail, silahkan saksikan di bioskop kesayangan anda untuk  mendapatkan pengalaman nyata akan film ini.

----

Saya ada penikmat film dan sangat suka menonton film. Saya juga tergolong tidak pemilih dalam menonton film. Biasanya kan ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang menonton film entah tokoh, jalan cerita, trailer yang bagus ternyata filmnya zonk, genre dan mungkin karena film nya lagi ramai dibicarakan.

Kita tinggalkan itu semua dulu.

Film Marlina bagi saya adalah film Nusa Tenggara Timur yang paling epic. No offense. Ini menurut saya yah.

Kenapa saya bilang begitu? Film ini secara jelas menggambarkan suasana perkampungan di Nusa Tenggara Timur khususnya di Sumba yang memang saya rasa khas dengan hamparan padang savana yang begitu luas. Sejauh mata memandang padang rumput kuning ini akan semakin menarik perhatian dan mata dimanjakan.

Secara teknik pengambilan gambar saya tidak akan banyak berkomentar karena saya tidak terlalu paham akan hal itu. Namun ada beberapa gambar yang menurut saya tergolong sangat niat dan pastinya butuh jarak yang jauh dari objek yang di rekam. Ini pada saat adegan terakhir si Marlina mengendarai motor dan membonceng Novi dan anak bayi nya. Kamera merekam proses Marlina mengendarai motor dari rumahnya sampai hilang dari pandangan kamera. Dan sosok Marlina bersama Novi hanya sebesar ibu jari di layar. Teman saya sampai bilang ‘Itu cara ambilnya gimana yah? Apa dari sebrang bukit? Terus directnya gimana? Untuk bilang dia action? Pake hape kali yah?’. Pertanyaan itu juga muncul dalam kepala saya, apalagi suara motor yang benar-benar masih jelas bunyi nya. Saya paham kalau mereka shooting pasti pake clipon atau boomic, hanya cara mempertahankan suaranya begitu jernih adalah dengan sistem sinkron. Yah, terimakasih atas masukannya semua, hehehe maklum saya kurang paham soal editing suara seperti itu. 

You guys helped me a lots. 

(Oh iya, soal pertanyaan saya diatas itu jawabannya sudah ada yg share di twitter saya. Makasih loh, mas)

Tapi, kembali lagi saking senangnya karena mereka berhasil selamat dari para penjahat hal itu saya lupakan.

Selanjutnya, DIALEG!!! Bagi saya, Marlina ini dialegnya sudah cukup kuat apalagi karakternya sebagai pemeran utama yang sudah sangat kuat menurut saya. Garis muka tegas Marlina ini semakin meyakinkan untuk menjadi seorang wanita Sumba. Tapi, memang harus diakui Novi (Dea Panendra) adalah penutur terbaaaaaaaaaaiik dalam film ini. Sumpah yah, saya benar-benar mengira kalau Novi ini adalah orang asli Sumba. Asli Nusa Tenggara Timur. She’s stunning! Cara dia bicara, logatnya, bahasa tubuhnya, semuanya benar-benar persis orang NTT. Sampai speechless bahwa dia bisa mendalami karakter Novi ini dengan sangat baik.

Novi bagi saya adalah sosok ibu hamil dengan ukuran tangguh golongan kedua setelah wanita hamil tangguh pertama yang bisa lari-larian, loncat dan sebagainya saya lihat di film Korea Train to Busan. Kesamaanya adalah mereka adalah ibu hamil yang kuat lari, jalan bahkan loncat. Yah, seperti yang saya jelaskan diatas tadi. Hehehe

Film ini tergolong film yang berani dan menurut saya out of the box.  Kenapa? Karena beberapa adegan dewasa muncul dalam film ini dan memang dipertontokan. Walaupun dengan durasi yang tidak terlalu lama. Markus yang garang menyuruh si Marlina untuk membuka baju lalu akhirnya menyetubuhi Marlina dan akhirnya ternyata dipenggal kepalanya dan semua itu terjadi hanya dalam sepersekian detik seakan-akan membuat penonton jangan sampai hilang konsentrasi sedetik karena kamu akan menyesal dalam sepersekian detik itu segala rasa pasrah, ketakutan dan pemberontakan hadir sekalian.

Bahkan menurut saya, kalau sampai adegan Marlina yang disetubuhi Markus dipotong, maka rasa dari film ini akan hilang. Tidak secara utuh, tapi sebagian kecil dan itu mengganggu dan untungnya memang tidak dipotong. Saya menulis ini dengan pikiran dan pandangan positif yah, hehehehe

Sup ayam sepertinya menjadi andalan dalam setiap menu makan yang dibuat. Sudah saya bilang, sup ayam NTT itu the best.

Jujur, rindu saya akan kampung halaman benar-benar terobati dengan hadirnya film ini. Selain karena di NTT, tapi karena gambar pemanis yang ada. Serta beberapa alat pendukung untuk film ini. Misalnya, kalung kuning panjang yang dipakai oleh Marlina. Saya juga punya kalung seperti itu, dapat dari Nenek saya. Sempat dulu saya pakai, tapi kurang begitu nyaman karena sela antara bulir kuning satu sama lain itu seperti menjepit bulu halus di leher, jadi sakit. Makanya saya simpan di rumah di Kefamenanu. Lalu ada mobil truck yang dijadikan sebagai kendaraan antar desa.

Believe or not saya tergolong wanita yang pandai panjat dinding truk itu. Kalau di daerah asal saya Manggarai, truk ini biasanya disebut dengan Oto Kol. Oto itu artinya mobil, sedangkan Kol saya kurang  tahu itu apa. Sama persis dengan di Sumba, oto kol ini di bagian bak nya akan dipasangan kursi yang terbuat dari kayu yang berfungsi sebagai tempat duduk penumpang dan menghadap ke arah depan. Jadi, kalau duduk tuh sudah seperti tempat duduk antrian. Nah, musik pasti tetap tersedia. Jangan salah, oto kol ini akan memanjakan telinga penumpang dengan berbagai jenis musik dan tidak tanggung-tanggung speaker yang digunakan adalah speker ukuran pesta. Bisa satu, tapi lebih seringnya dua, hahahah seru kan? Bagi saya pribadi, pulang kampung itu belum seru kalau belum naik oto kol karena sensasi menantangnya itu ada. Belum suara speaker, ditambah muatan oto yang macam-macam kadang  sapi bisa dibawa sekalian dalam oto kol itu. Kalau di Marlina ada dua kuda kan? Oto kol emang muat? Jelas muat. Ukurannya super family size.

Oh iya, just for your information saya ini asli keturunan Nusa Tenggara Timur. Bapa dan Mama saya berdarah Manggarai,Flores. Saya lahir di Dili – Timor Leste, tumbuh berkembang besar di Kefamenanu, Timor, lalu semenjak SMA tinggal sendiri di Kupang, Timor dan sekarang lanjut kuliah di Jakarta.

Bolang!

Kemarin saya sempat berfikir kenapa film ini subtitle nya dalam bahasa Inggris dan tidak dalam bahasa Indonesia. Saya yakin dan meng-amini bahwa film ini pasti dan harus menjadi salah satu film yang ditonton di luar negeri. Pemikiran ini muncul ketika nonton, teman saya menanyakan apa itu arti kata ‘ho’, ‘tir’, ‘sa,’, ‘dorang’ dan sebagainya. Jangankan kata, kalimat panjang lebar juga ada beberapa yang mereka tidak mengerti. Seharusnya untuk pemutaran dalam negeri menggunakan bahasa Indonesia biar semua mengerti. Tapi, setelah disadarkan oleh salah satu kakak yang saya kenal saya akhirnya menyakini bahwa film Marlina adalah film Indonesia. Dibuat di Indonesia dan menggunakan dialeg salah satu daerah di Indonesia. Sebagai orang Indonesia yang baru mendengar dialeg baru seharusnya kita tidak manja dan malah malas untuk memahami arti dari setiap kalimat yang ada. Kenapa budaya lain mati-matian kita pelajari dan kita harus paham bahasanya bahkan dialegnya tapi bahasa daerah dan dialeg kita sendiri malah seakan begitu jauh. Dan mulai detik itu, saya senang dengan subtitle bahasa asing yang ada. Hitung-hitung saya memberikan edukasi soal bahasa kepada teman-teman sekitar saya. Mereka juga antusias sekali dan ingin segera menabung untuk main ke Sumba.

Over all, saya rasa review saya sampai disini dulu. Saya sudah banyak bercerita mengenai rasa saya akan film ini. Tokoh yang saya suka dalam film ini adalah Marlina tentu saja, Novi dan Niko (si pria yang sempat menggoda Marlina di dapur meminta untuk mencoba sup ayam terlebih dahulu. Saya suka hidungnya mancung heheheh).

Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak hadir dengan nuansa baru. Tanpa ada campur budaya dari manapun semua murni dari Sumba. Semua serba Sumba.

Terima kasih rindu saya akan kampung halaman sungguh terobati. Marlina hadir dengan penawar rindu yang manis.

Last but not least, Perempuan Nusa Tenggara Timur itu dikenal dengan perempuan yang berprinsip dan taat akan aturan. Tegas dan keras, makanya terkesan jahat tapi kami baik. Kami diajarkan sejak kecil untuk jadi wanita tangguh dan sosok Marlina hadir secara sempurna.

Tapi, kami tidak bawa parang kemana-mana. Itu hanya film.

Yah tir mungkinlah kaka kami bawa parang kemana-mana. Kami tidak jahat begitu kah.

Salam sayang,
Meylisa Yuliastuti Sahan   


Comments

  1. Hahahaha....sa bayang sekali klo kamu ke mana2 bawa parang.sa tir mau ketemu kamu dorang.
    Hahaha....semaangat eem💪💪

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dee itu sudah, sadis jg kalau kami bawa parang kemana2. Sa bayang sekali, tapi kita tir begitulah. Semangaat juga kak rezaa

      Delete
  2. Cha thu klo lu jln pi mana2 bawa parang te org son ada yg akan dekat lu ooo 😂😂😂

    ReplyDelete
  3. Cha thu klo lu jln pi mana2 bawa parang te org son ada yg akan dekat lu ooo 😂😂😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha, hallo unknown. I dont know who are you tapi makasih su mau komen. Haha saya sonde pernah bawa parang pimana2 oo. Saya ju liat orang pegang parang sah takut

      Delete
  4. Sukaaakkkkkk!!!!!! 😍😍😍😍😍 well done Icha!!!!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yeaaaaayyyy, terimakasih miss 😘 heheheheh iloveyouuu

      Delete
  5. Penasaraaan tapi kemarin takut nonton sendirian hihi..

    ReplyDelete

Post a Comment