REVIEW FILM PENDEK : Dalam Diam, Seharusnya Diungkapkan!




Hallo temans, i am back!
Walupun baru sebulan menghilang dari dunia blog ini, tapi rasanya banyak sekali yang ingin saya bagikan sama kalian semua. Oh iya, sampai lupa. Kalian apa kabar? Semoga sehat selalu yah.  Film yang akan saya bahas kali ini adalah salah satu karya dari teman-teman di Kefamenanu, Nusa Tenggara Timur. Perkembangan dunia sinematografi disana sedang hype dan semakin banyak yang menekuni hal ini, senang rasanya!

Hari ini, sesuai dengan judulnya saya akan memberikan review pribadi selama menonton film pendek Dalam Diam. Tapi, sebelum jauh berbicara soal film ini, hal yang perlu saya luruskan adalah
‘REVIEW YANG SAYA BUAT INI BERDASARKAN PANDANGAN PRIBADI HASIL DARI MENONTON FILM PENDEK DALAM DIAM’

And, let’s jumped to the review!

Secara garis besar film ini menceritakan mengenai seorang laki-laki yang berprofesi sebagai dokter, tinggal di sebuah desa yang terpencil sebagai tempat pengabdiannya. Lalu, dia bertemu dengan seorang gadis desa, anak dari kepala suku di desa tersebut. Gadis ini bertugas untuk menemani si dokter selama masa pengabdian, membantu dokter ini untuk mengurus pasien sekaligus menjadi penerjemah antara dokter dengan pasien yang datang.

Mengusung tema cinta lokasi atau cinta karena sering bertemu adalah hal yang langsung menjadi kesimpulan saya ketika selesai menonton film pendek ini.

Seperti yang sudah saya bilang diatas, sinematografi merupakan salah satu trend baru di Kefamenanu, hal juga tampil dalam film ini. Kamera yang digunakan untuk pengambilan gambar sangat bagus, jernih dan memuaskan mata penonton. Suara yang jernih dan benar-benar enak didengar sampai dengan color grading pun bagus. Bisa dikatakan bahwa tim produksi menggarap dengan serius film ini dan benar-benar ingin menonjolkan kualitas dari pada gambar yang ada.

Namun, bisa jadi karena fokus dengan pengambilan gambar sehingga kurang kuat dari segi jalan cerita, ini pun akhirnya tertuang dalam bentuk editing yang terlalu cepat. Beberapa kali saya menemukan potongan adengan yang terburu-buru, misalnya ketika pemeran wanita membuat kopi sampai dengan meletakan kopi tersebut diatas meja, maka beberapa kali potongan gambarnya bergerak cepat. Jadi kurang enak untuk dinikmati, walaupun detail kaki dan tangannya sudah bagus dan jernih.

Nah, menurut saya pribadi ada adegan jumping  yang cukup kelihatan, yaitu ketika dokter datang minta ijin ke kepala desa. Awalnya dari sore dengan suasana terang, tiba-tiba suasana berubah menjadi malam dan ditandai dengan selipan klip matahari terbenam, seolah-olah pembahasan izin ini panjang sekali sehingga makan waktu berjam-jam, tapi isi pesannya kurang lebih hanya memberitahukan larangan di desa tersebut yang harus dihindari dokter.

Masuk ke kisah cinta. Ini kisah cinta diam-diam si dokter akhirnya mendapatkan bagian yang jelas dalam cerita ini, ketika gambar tentang kebersamaan mereka dan akhirnya puisi muncul, saya suka bagian itu. Suara yang menjelaskan tentang perasaan si dokter kepada wanita ini juga diselingi dengan gambar mereka duduk bersama, doa, mengerjakan tugas bersama dan sebagainya. Tapi sekali lagi, bagian di bagian ini ada yang sedikit menganggu saya yaitu selipan lonceng gereja dan juga gambar jam, mungkin ingin menguatkan statment bahwa mereka sudah menghabiskan waktu bersama dengan cukup lama. Seharusnya biarkan saja adegan terus berjalan, jadi puisi nanti yang akan membangkitkan jalan cerita bahwa si dokter akhrinya sadar diri bahwa cintanya ini mungkin hanya bagian dari imajinasinya saja.

Plot twist! Ditutup dengan akhir cinta yang tidak jadi diungkapkan karena si wanita akhirnya memutuskan untuk menjadi suster adalah sebuah akhir yang tragis, hahaha! Dan akhirnya setelah berkali-kali disuguhkan adegan wanita ini berdoa di gereja akhirnya saya mengerti ternyata dia akan menjadi suster. So, yeah akhirnya cinta dokter tidak berhasil diucapkan.

Secara keseluruhan saya suka dengan film ini, selain karena sudah banyak anak Kefamenanu yang berani unjuk kebolehan lewat film dan mengikuti kompetisi, saya rasa ini adalah bagian dari sebuah proses belajar yang baik. Ada beberapa adegan yang memang perlu dibicarakan lebih lanjut, perlu ada perbaikan tapi sebagai sebuah permulaan saya anggap ini bagus dan layak untuk ditonton.

Selain itu unsur kebudayaan seperti makan sirih pinang, menumbuk di lesung, menggunakan kain tenun adalah salah satu nilai plus dalam film ini. Selain itu, adegan penutup ketika latar belakang musik merupakan suara mazmur dari si wanita rasanyaa enak sekali. Terima kasih juga sudah menjadikan musik Fur Elise karya Beethoven sebagai musik di credit text.

Last but not least, saya pikir ini adalah kisah cinta dalam diam karena aturan tidak boleh menikah dengan pria dari luar kampung, karena beberapa kali muncul peringatan dari kepala suku. Kedepannya harapan saya, selain berfokus pada gambar, isi cerita juga harus diperhatikan. Sekiranya adegan yang tidak akan berdampak besar dalam akhir cerita tidak perlu untuk dimasukkan sehingga waktu atau durasi bisa diisi dengan adegan yang lain. Perlu diingat bahwa bukan tugas penonton untuk peduli berapa banyak durasi yang disediakan panitia lomba, karena itu tugas peserta untuk mengingatnya. Penonton hanya perlu tahu bahwa selama delapan menit dia akan merasa puas dengan segalanya. Jadi durasi tidak akan menjadi hal besar dalam menghalangi isi sebuah cerita.

Nah temans, sekian review dari saya. Semoga kalian suka dengan hasilnya. Jangan lupa dibaca, komen dan share ke seluruh sosial media yang kamu punya. Klik tombol subscribe di home dan kalian akan dapat notifikasi setiap saya update.

SUKSES UNTUK TEMAN-TEMAN TIMOR CINEMA! SEMOGA MENANG YAH! TUHAN MEMBERKATI! POSTER FILM INI MENARIK SEKALI.

Salam sayang,
Meylisa Sahan (@akumeylisa_)

Comments

  1. Hallo ka. Makasih yah sudah mau review film kami dengan sangat baik. Dan makasih juga atas sarannya yg sangat membangun dan berguna.

    Ijin menanggapi yah ka

    Yang bertama menyangkut beberapa potongan gambar yg terlalu terburu buru pada beberapa scane. Sebenarnya maksut utama saya adalah ingin memnunjukan detail dari scane tersebut namun saya membuat kesalahan dengan melakukan cut to cut yang terlalu cepat sehingga membuat fokus penonton menjadi terganggu dikarnakan mata harus melihat gambar yg berpindah begitu cepatnya.

    Berikutnya adalah mengenai scane pak dokter mendatanggi ketua suku yang dimana pada awal scane tersebut diawali suasana sore teapi kemudian denganya cepatnya lansung berpindah ke malam.
    Sebenrnya ini disebakan oleh kendala teknis dilapangan dimana adengan yg harus diulang berulang kali dan akirnya waktu menjadi tebuarng banyak. Tetapi saya mencoba menutupi kesalahan itu dengan menyisipkan fotage timelapse mamatahari terbenam dan fotage bulan untuk menggambarkan dan transisi perpindahan waktu.
    Scane saat ketua suku mengatakan bahwa anak gadis tidak kawin keluar sengaja saya masukan saat dokter flasback agar memperkuat statmen bahwa waktu pertama dokter mengunjungi ketua suku itu banyak hal yg disampaikan ketua suku yg tidak ditampilkan di awal salah satunya aturan tidak boleh kawin keluar sehingga memakan waktu dr sore sampai malam.

    Menyangkut fotage jam dan lonceng gereja yg berulang ulang kali muncul sebenranya maksut saya adalah ingin menyampaikan ke penonton bahwa lala adalah gadis yg tekun berdoa pada waktunya dan itulah salah satu hal yg membuat membuat dokter jatuh cinta. Ini semua di jelaskan juga lewat adegan saat dokter baru bangun tidur, dimana dia kebingguna krn sarapan telah tersedia namun lala tidak ada. Dan tiba tiba lala datang dan mata dokter terlihat tertuju pada alkitab yg dipegang lala. Itu semua membuat dokter. Penasaran akirnya berlanjut saat bunyi lonceng berikutnya terlihat dokter mengikuti dan mengintip lalan sedang berdoa. Dan kali berikutnya dokter ikut berdoa. Ini memperkuat statmen bahwa tanpa disengaja sikap lala tekun berdoa ini membuat dokter jatuh hati dan membuat dokter pun menjadi tekun berdoa. Dari sini saya ingin menonjolkan nilai religion dalam kisah percintaan ini.

    Dari pandangan saya senidiri saya akui film ini juga memiliki banyak kelemahan dlm hal visual. Seperti teknik pengambilan gambar yg kurang bgt baik dibeberapa scane. Color grading yg kurang baik juga dibeberapa adegan juga akibat color corection yg kurang Teliti dilakukan sebelum ke tahap grading.
    Audio yg masih belum begit jernih karena mengandalkan mic internal kamera heheheh.
    Beberapa fotage yg terlihat banyak noise juga karena kurang cahaya.

    Film ini juga mempunyai kelemahan dr segi kostum. Kosutum dokter yg tidak bgt cocok terutama sat dokter baru bangun tidur.

    Intonasi puisi yg kurang mendalami juga sehingga kurang memancing emosi penonton.

    Itulah tanggapan saya.

    #Salam.Kreatif

    ReplyDelete
    Replies
    1. HALLO! Senang sekali kamu berkunjung kesini menyempatkan waktu untuk membaca. Semua tanggapan kamu sangaat menjawab beberapa pertanyaan yang saya buat dan sampaikan. Terima kasih sudah kasih klarifikasi terkait masalah teknis.

      Kekurangan yang ada sekarang pasti bisa berubah menjadi hal yang baik suatu saat nanti. Terima kasih karena sudah berkarya dan bawa nama TTU yaaah, teman-teman. Soal masalah teknis semoga tidak terjadi lagi. Puisinya mantap saya suka rima atau bunyi nya, semua bisa karena terbiasa.

      Salam sukses!
      Peluk untuk semua crew yang terlibat

      Delete

Post a Comment