Hallo
temans, i am back!
Apa
kabar kalian semua? Semoga dalam keadaan baik-baik saja yah.
Hari
ini, sesuai dengan judulnya saya akan memberikan review serta pengalaman saya selama
menonton film Suzanna Bernafas dalam Kubur kemarin. Tapi, sebelum jauh berbicara
soal filmya, hal yang perlu saya luruskan adalah
‘REVIEW YANG SAYA BUAT
INI BERDASARKAN PANDANGAN PRIBADI HASIL DARI MENONTON FILM SUZANNA’
And, let’s jumped to
the review!
Harus
diakui bahwa perkembangan sinematografi Indonesia semakin hari semakin bagus.
Tidak hanya mementingkan isi film, tapi hal-hal teknis juga sudah semakin
diperhatikan seperti sound, kamera dan permainan editan komputer yang halus.
Inipun saya rasakan ketika menonton film Suzanna ini.
Menceritakan
tentang rencana merampok rumah bos kantornya dengan strategi yang matang, malah
mendatangkan malapetaka untuk mereka. Bukannya untung, tapi malang karena terus
dihantui arwah penasaran dari Suzanna yang ceritanya tidak sengaja terbunuh
dengan bambu runcing. Kalau kalian penasaran, segera ke bioskop untuk nonton
fim ini.
Walau
digarap dengan sangat serius dan menghadirkan aktor dan aktris Indonesia yang
bertalenta, film ini bagi saya yang seorang pecinta horor bukanlah apa-apa.
Sedih memang harus mengatakan ini, tapi karena ini jujur yang saya rasakan.
Film ini belum mampu untuk memberikan efek menegangkan seperti yang saya
rasakan ketika menonton Pengabdi Setan. Hal yang perlu diacungi jempol adalah
Luna Maya sebagai tokoh utama hadir begitu total, begitu luar biasa dengan
makeup, gaya bicara, tatapan mata, suara dan lain sebagainya! Empat jempol
untuk LUNA MAYA! Herjunot Ali yang entah kenapa selalu hebat dalam memainkan
peran laki-laki penuh cinta dan berhasil mentransfer kesedihan lewat setiap
peran menangis dan kehilangannya.
Selama
dua jam lebih durasi film, saya hanya menangkap inti film mengenai rencana
mengusir sundel bolong, balas dendan sundel bolong, suami yang mencitai
istrinya serta ketakutan-ketakutan lainnya baru muncul di 50 menit terakhir
sebelum film selesai. Satu jam pertama dihabiskan dengan cerita yang
berputar-putar, bahkan banyak sekali adegan yang diulang-ulang yang saya rasa
sebenarnya cukup sekali saja atau dua paling maksimal untuk sekedar
mengingatkan penonton. Misalnya, kita sebagai penonton merasakan unsur
kesengajaan yang begitu terasa ketika adengan Suzanna akan dipukul (ditimpuk)
dengan batu besar, ada sekitar empat detik sampai akhirnya tidak jadi. Lalu
ketika dibunuh, sedang hujan deras, ketika dikubur hujan berhenti dan selesai
dikubur hujan kembali turun deras. Bagaimana, yang sudah nonton apakah kalian
melihat ada unsur yang terlalu direncanakan sepertinya. Adapula adegan Dudun
yang terus-terusan diteror hampir tiga atau empat kali lamanya sebelum dia
dieksekusi untuk mati. Adegan kaget bangun tidur, lalu ternyata masih bermimpi,
lalu bangun lagi dan sebagainya terlalu banyak diulang. Terakhir, ketika si
suami menggali kubur lalu kembali ke rumah, mayat istirnya dibiarkan begitu
saja di liang kubur. Sampai ada penonton yang bilang ‘Terus itu istirnya
ngapain dibiarin disana?’ wkwkwk.
Tiga
orang pembantu di rumah Suzanna tidak boleh dianggap sebelah mata, karena bagi
saya film ini sepertinya berpusat pada lucunya mereka. Guyonan, bahasa, gerak
tubuh bahkan eksekusi peran ketiga pembantu yang seharusnya menjadi pemanis,
malah hadir dengan tepat dan saya juga jatuh cinta dengan mereka. Jadi bagi
saya, hal inti dari film ini adalah kematian Dudun sebagai tokoh yang membunuh Suzanna
dan lucunya tiga orang ini.
Sebagai
pecinta film Indonesia, saya berharap akan ada cerita Suzanna lain yang kembali
diangkat ke layar lebar dengan jalan cerita yang tidak terkesan seperti
sinetron azab. Segalannya sudah mendekati angka bagus, untuk film ini saya
berani kasih rating 7.9/10 inipun karena akting Luna Maya serta semua
kesempurnaanya dan kualitas teknis dari film ini yang begitu memukau. Sutradara
sudah mampu untuk kembali membawa memori penonton dengan Suzanna zaman dahulu,
namun dari segi cerita kurang begitu menggigit. Harus saya akui juga bahwa
cerita yang dihadirkan sebenarnya tidak terlalu renggang karena masih ada rasa
naik turunnya, walaupun terlambat karena hanya di 50 menit terakhir.
Terima
kasih banyak, karena sudah tetap berkontribusi untuk perfilman Indonesia.
Terakhir
pesan saya, tolong lah bapak dan ibu sekalian yang punya anak kecil sebaiknya
tidak usah anaknya diajak nonton film ini. Saya paham akan kebutuhan bapak dan
ibu sekalian untuk menikmati sosok Suzanna dalam film ini, hanya ada beberapa
adegan yang cukup dewasa bagi saya dan sayang sekali kalau itu sampai ditonton
oleh anak kecil. Misalnya, adegan ganti baju walau hanya punggungnya saja,
adegan suami istri mesra and you mention
it! Jangan buat anak-anak dewasa sebelum waktunya. Thanks!
Nah
temans, sekian review dari saya. Semoga kalian suka dengan hasilnya. Jangan
lupa dibaca, komen dan share ke seluruh sosial media yang kamu punya. Klik
tombol subscribe di home dan kalian akan dapat notifikasi setiap saya update.
Salam
sayang,
Meylisa
Sahan (@akumeylisa_)
Terima kasih untuk informasinya kak ❤️
ReplyDeleteTerima kasih sudah berkunjung ke blog saya! Sukses selalu yah, Trinofelin Tanubrata!
Delete