Hallo
temans, i am back!
Apa
kabar kalian semua? Semoga dalam keadaan baik-baik saja yah. Sudah lama sekali
yah nggak tulis ulasan disini, salah
satu alasannya karena memang jarang ke bioskop hehehe
Hari
ini, sesuai dengan judulnya saya akan memberikan review saya selama menonton
film Kucumbu Tubuh Indahku.
Tapi, sebelum jauh berbicara soal film ini, hal yang perlu saya luruskan adalah
‘REVIEW YANG SAYA BUAT
INI BERDASARKAN PANDANGAN PRIBADI HASIL DARI MENONTON FILM KUCUMBU TUBUH
INDAHKU’
And, let’s jumped to
the review!
Bagi
aku, film ini menceritakan kisah perjalanan pembentukan jati diri dan tentang
bagaimana seseorang harus lebih mencintai dirinya sendiri. Lalu, tentang
bagaimana hebatnya tubuh menyimpan banyak memori yang terjadi selama kita hidup,
tanpa pernah kita sadari.
Kisah
ini berpusat pada tokoh Juno yang pada film ini diceritakan dari kecil sampai
dengan dewasa dan menemukan apa yang dia mau. Ketika kecil, Juno ditinggalkan
oleh ayah dan ibunya (kebetulan tokoh ibunya tidak digambarkan sama sekali,
hanya berupa nama). Lalu sejak itu, Juno mulai mengenal tari Lengger dari salah
satu pelaku seni tarian itu. Untuk selengkapnya bisa kalian lihat di youtube
yah, temans!
Saya
tergolong orang yang terlambat untuk menonton film ini, tapi untungnya masih
ada di bioskop dekat rumah. Sejak pertaman kali menonton, ada sensasi deg-degan
dan greget, gemes gitu melihat betapa pelannya Juno dan bagaimana dia penuh
dengan rasa takut dan tidak percaya diri. Misalnya ketika adegan di kelas yang
mana disuruh maju kedepan oleh gurunya, Juno cukup lama dan buat saya menunggu
panggilan kedua yang saya yakin akan lebih besar suaranya ternyata tidak.
Film
ini bagi saya bisa dilihat dari kacamata apapun, misalnya dari sisi ekonomi
keluarga yang akhirnya membuat Juno nyaris terlantar karena kedua orangtuanya
pergi. Tapi, untuk kali ini saya lebih berfokus pada pengembangan karakter yang
dihasilkan oleh jalan cerita kepada tokoh Juno. Sebagian orang bisa saja
terlahir dengan keadaan yang memiliki orientasi seksual yang berbeda dari
umumnya, tapi di film ini saya merasakan bahwa tokoh Juno yang akhirnya
terbentuk menjadi sosok lemah gemulai dan dibuat seperti penyuka sesama jenis,
terbentuk karena lingkungannya.
Saya
ingat betul ketika adegan Juno menyaksikan Mbah yang biasa dikunjunginnya
membunuh orang lain hanya karena masalah hubungan intim dengan wanitanya. Bisa
jadi, menurut analisa saya ini adalah titik awal ketakutan Juno terhadap
perempuan. Artinya, bisa saja bagi Juno ini adalah sebuah hal yang harus
dihindari. Lebih baik mencintai sesama pria, dibandingkan mencintai wanita
ujung-ujungnya akan mati karena saling merebut. Ini hanya teori saya saja.
Lanjut,
ketika menonton film Marlina film
ini secara jelas menuliskan pembagian babak dalam filmnya, sementara film ini
membagi babak filmnya dalam bentuk prolog yang disampaikan oleh Juno dewasa
yang akhirnya membuat kita sebagai penonton paham kalau film ini menggunakan
alur maju mundur. Uniknya, saya merasa begitu senang dan bahagia menonton film
ini karena ketika tokoh Juno dewasa berbicara dan mulai bernyanyi dan menari,
maka atmosfir pertunjukan teater kelas atas saya dapatkan. Saya cukup
menyayangkan ada beberapa orang yang tertawa melihat Juno dewasa yang sedang
memerankan tarian.
Jika
film ini dikatakan sebagai film yang mengusung tema LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) saya mengamini itu. Tapi,
jika ada yang bilang bahwa ini 100 persen film tentang LGBT saya akan bilang
bahwa itu adalah sebuah kesimpulan yang kurang bijaksana. Mengapa demikian?
LGBT memang menjadi salah satu poin dalam film ini, bagaimana Juno digambarkan
sebagai sosok yang lembut, mata sayu, gerak tubuh gemulai dan beberapa gerakan tubuh
yang menunjukkan sosok wanita. Sementara itu, di sisi lain prolog juga
menyampaikan bahwa tubuh dia ini ada banyak yang bertarung, saya mengambil
kesimpulan bahwa sebenarnya Juno sendiri sedang perang batin. Sekali lagi, ini
hanya teori saya.
Masuk
ke pertengahan film, ketika Juno sepenuhnya berdandan seperti perempuan yang
menghampiri bupati (?) terlihat tangannya dipegang. Disini semua pasti yakin
‘oke bupati, sama seperti Juno’. Ternyata, kalau kalian bisa lebih teliti, ibu
bupati juga punya orientasi seksual yang berbeda. Ada adengan ketika si
sekretaris perempuan merapikan kerah baju ibu bupati, tangannya dielus oleh si
ibu tersebut dan berujung pada dia membelai punggung si sekretaris yang entah
kenapa tiba-tiba melepas baju dan hanya menggunakan pakaian dalam. Lalu ada
kalimat yang bilang kalau si ibu akan kesepian selamanya. Jadi, menurut hemat
saya di setengah jam terakhir itu adalah titik yang menjelaskan secara lengkap
ada apa dengan Juno dan ternyata orang di sekitarnya juga demikian.
Hidden clues
juga banyak sekali. Mulai dari poster yang ada di dalam kamar Juno, sosok
Freddie Mercury sempat muncul dua kali, yang mana kita tahu beliau adalah salah
satu musisi legenda di dunia yang juga punya orientasi seksual terhadap sesama
jenis. Lalu, hubungan lubang dan jarum ini cukup membuat saya berpikir, padahal
sudah ada sejak awal. Bagi saya, setiap lubang yang ditemui oleh sosok Juno itu
melambangkan sisi wanita. Ketika adegan angkat rok, adegan pembunuhan karena
lubang (wanita), ayam betina yang ketahuan akan bertelur atau tidak dari bagian
anusnya. Sementara, jarum itu identik dengan laki-laki. Ini saya sadari ketika
Juno terus-terusan untuk menusuk tangannya dengan jarum untuk membuktikan dia
laki-laki (bulek nya sering menusuk tangannya karena suka memasukan jari ke
anus ayam). Lalu, ketika pria yang menjaga Juno berkata bahwa bukan dengan
menusukkan jari dengan jarum akan membuktikan dia adalah seorang laki-laki.
Well,
saya rasa terlalu banyak simbol yang hadir dalam film ini dan jika dibahas atau
dikupas rasanya tulisan ini akan sangat panjang. Film ini bagi saya
menampilakan sisi wanita dan pria secara seimbang dalam satu tubuh dan satu
putaran waktu kejadian. Setiap adegan punya maksud, apalagi film ini minim
dialog sehingga sebagai penonton sudah seharusnya berkonsentrasi penuh terhadap
jalannya film ini. Mungkin akan ada yang membedah film ini dengan semiotika,
karena tentu saja tanda yang muncul dalam film ini punya maksud menjelaskan. Walaupun
saya cukup bingung dengan sosok ibu yang tidak pernah muncul dan foto pegangan
tangan pak bupati dengan Juno yang tidak ditunjukkan. Mungkin bisa jadi adegan
tersebut di sensor dan akhirnya buat tanda tanya.
Over all,
saya suka dan merasa puas menonton film ini. Apalagi lagu-lagu yang dijadikan backsound sangat memanjakan telinga
(saya fan-nya bulek). Peran aktor dan aktrisnya juga bagus sekali dan memuaskan
so ini layak sekali untuk ditonton. Tapi, buat kamu yang mungkin masih takut
karena isu-isu atau pemberitaan yang beredar yah, silahkan itu pilihan kamu
juga. Intinya, bagi saya sendiri untuk menemukan siapa diri kita sebenarnya
kita harus bisa mencintai diri kita sendiri. Film ini mengajarkan dan
menawarkan sesuatu yang lebih besar dibandingkan isu LGBT. Tubuh dan otak kita
adalah salah satu perekam terbaik. Ketika kita mengalami trauma akan sesuatu
maka kedua bagian ini akan secara otomatis membentuk pertahanan baru, gunanya
memberikan efek tenang. Juno bisa saja mengalami ini, kerena melihat hal yang
tidak mengenakkan dan punya riwayat buruk dengan hubungan perempuan dan
laki-laki maka dia membuat perempuan dengan versinya sendiri menggunakan
tubuhnya. Bisa juga, karena profesi dia melakoni seni tari yang membutuhkan
kemampuan khusus pada gerakan tubuh akhirnya menjadikan Juno seperti itu. Tidak
ada yang benar-benar tepat untuk menjawab misteri Juno dan tubuhnya.
Nah
temans, sekian review dari saya. Semoga kalian suka dengan hasilnya. Jangan
lupa dibaca, komen dan share ke seluruh sosial media yang kamu punya. Klik
tombol subscribe di home dan kalian akan dapat notifikasi setiap saya update.
Salam
sayang,
Meylisa
Sahan (@akumeylisa_)
Comments
Post a Comment