“Sebanyak
2.188 balita di Sumatera Selatan terkena infeksi saluran pernapasan akut atau
ISPA. Itu diakibatkan kabut asap yang merupakan dampak dari kebakaran hutan dan
lahan (karhutla) sejak beberapa bulan terakhir” (Suara.com)
Selamat datang di Indonesia, di negara kami tercinta. Negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki begitu banyak pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Negara ini kaya akan flora dan fauna, suku, budaya, bahasa dan adat istiadat yang tersebar di seluruh negeri. Sampai saat ini hampir sekitar 270 juta jiwa yang mendiami tanah Indonesia dan diperkirakan angka ini akan semakin meningkat tiap tahunnya.
Beberapa bulan lalu
berdasarkan data yang dikeluarkan oleh AirVisual, ibukota Indonesia yaitu
Jakarta menunduki peringkat ketiga bahkan sempat menyentuh posisi nomor satu
sebagai kota dengan kualitas udara yang buruk. Ketika berita ini muncul ke
permukaan, tidak sedikit orang mulai menyalahkan pemerintah. Mulai banyak yang
sadar bahwa selama ini langit abu-abu yang dilihat tiap hari bukan kabut atau
mendung melainkan polusi. Tapi sisi positifnya, negara kita ini akhirnya masuk
media pemberitaan asing, yah karena polusi.
Lalu, apakah ini
menjadi masalah yang besar? Rasanya tidak. Sebab pada akhirnya berita
mengenai polusi udara hilang
dari peredaran dengan sendirinya. Orang-orang kembali
menghirup udara “segar” di Jakarta, termasuk saya. Kita sudah menjadi biasa
berteman dengan polusi.
Hal ini tentu
berbanding terbalik dengan keadaan di Sumatera dan Kalimantan yang menjadikan
udara segar sebagai sebuah hal yang mahal. Semenjak diterpa asap akibat
kebakaran hutan beberapa bulan ini, daerah Sampit merupakan titik dengan
kualitas udara yang buruk karena indeks udara yang tercemar hampir menginjak
angka seribu. Kadar udara bersih semakin menurun dan kota menjadi kuning. Banyak
masyarakat yang mengeluhkan hal ini. Mulai ada gerakan membagikan masker secara
gratis. Adapula usaha memadamkan api namun belum menemukan titik terang dan
pemerintah daerah sepertinya mulai kalang kabut.
Korban jiwa mulai
berjatuhan,
dari anak-anak sampai orang dewasa. Balita merupakan sosok yang paling rentan
terkena ISPA dalam kasus ini. Dua ribu lebih jiwa bukan angka kecil. Melihat
kenyataan ini, saya pikir, kita
semua perlu sepakat
bahwa ISPA merupakan salah satu jenis penyakit mematikan. Ada banyak jenis
penyakit karena ISPA. Salah
satu yang paling ditakuti adalah Pneumonia. Penyakit ini menjadi mimpi buruk
bagi bayi dan balita di seluruh dunia dan saat ini di Indonesia – negara kita
tercinta.
Pneumonia merupakan
penyakit yang menyerang organ tubuh manusia, khusunya organ pernapasan akibat
adanya infeksi saluran pernapasan akut. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Save The Children, pneumonia merupakan
penyebab kematian anak nomor satu di dunia yang membunuh satu juta anak tiap
tahunnya dan hal ini berkaitan dengan polusi udara. Penyakit ini juga masih
menjadi penyebab utama kematian anak di negara-negara miskin seperti di Afrika.
Pada dasarnya,
pneumonia disebabkan oleh dua virus yaitu Streptococus
pneumoniae dan Haemophylus influenzae
yang menyerang tubuh balita atau anak-anak. Sejumlah penelitian yang
diterbitkan dalam berbagai artikel ilmiah menyatakan bahwa ada hubungan yang
cukup erat antara status gizi dan pneumonia. Anak atau balita yang terdeteksi mengidap pneumonia sebagian besar
juga merupakan penderita gizi buruk. Akibatnya, sistem pertahanan tubuh dan
produksi antibodi balita menurun dan membuat penyeberan virus dalam tubuh
menjadi semakin pesat. Diperkirakan bayi berusia 13–28 bulan adalah yang paling
rentan terserang virus
pneumonia.
Fakta-fakta di atas dapat dianggap cukup untuk
menjelaskan betapa berbahayanya penyakit ini. Kegiatan penyuluhan sebagai
langkah preventif atau pencegahan pasti sudah dilakukan oleh banyak pihak
terkait. Sayangnya tidak ada yang dapat memastikan bahwa semua materi
penyuluhan untuk mencegah pneumonia dilaksanakan dengan tepat. Jika ingin
mewujudkan mimpi ini tentu akan memakan biaya dan waktu yang sangat banyak, apalagi dihadapkan dengan kenyataan
di lapangan yang tidak mudah.
Jika ditarik benang
merahnya, penyakit pneumonia ini bisa saja diakibatkan karena banyak hal. Salah satunya ialah kemiskinan. Kenyatan menunjukkan bahwa angka kemiskinan
berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan hidup masyarakat yang meliputi
rumah layak huni, sanitasi rumah yang baik dan benar, lingkungan rumah yang
bersih dan gaya
hidup setiap anggota keluarga. Ukuran kesejahteraan juga bisa meliputi tingkat
pendidikan dan pengetahuan masyarakat akan sebuah informasi. Penyebaran
informasi ini akan tersendat juga jika tidak ada sarana dan prasarana yang
memadai untuk
menyalurkannya.
Tentu saja ini bukan
pekerjaan rumah yang mudah.
Ini butuh
waktu bertahun-tahun
dan kesadaran yang tinggi dari setiap orang untuk memerangi kemiskinan demi
kehidupan yang lebih baik. Namun, sembari menunggu perubahan yang sedang
diusahakan, sebagai masyarakat kita seharusnya mulai sadar dan berusaha untuk
lebih peduli dengan kesehatan,
minimal setiap calon orangtua harus mengetahui bahaya atau penyakit apa saja
yang bisa terjangkit ke calon bayi bahkan sejak masih dalam kandungan. Misalnya,
mulai membersihkan rumah secara teratur, memasang fentilasi udara yang dipasang
dengan penyaring udara, mencuci pakian dengan bersih, atau mencuci tangan sampai dengan
memeriksakan kehamilan secara rutin. Bagi calon ayah yang merupakan perokok,
mulai menyadari bahwa asap rokok merupakan hal yang berbahaya bagi pernapasan
bayi. Apalagi, asap rokok akan tertinggal di baju. Pastikan agar tidak merokok
di dalam rumah dan sebelum menggendong
bayi,
anda sudah terlebih dahulu mandi atau mencuci tangan. Perbanyak menanam pohon
yagn berfungsi sebagai penyaring udara di lingkungan kita. Akan tetapi, jika
tidak tersedia lahan yang cukup kita dapat mengakalinya dengan menanam tumbuhan
seperti keladi dalam pot dan digantung di sekitar rumah. Tumbuhan ini punya
tujuan yang sama yaitu menyaring udara, menyaring partikel racun berbahaya
sekaligus memberikan kesegaran.
Bayi merupakan sosok
yang paling rentan dengan berbagai macam penyakit karena sistem imun pada tubuhnya belum terbentuk secara
baik dan masih membutuhkan banyak bantuan dari kita sebagai
orang dewasa. Merawat bayi dan memastikan dia mendapatkan kehidupan yang sehat
dan layak adalah tugas kita bersama untuk memastikan keamanan dan kenyaman hidup dari calon generasi
berikut tersebut.
Kita semua juga seharusnya menyadari bahwa kebutuhan untuk menghirup udara yang
sehat dan segar adalah hak semua warga negara. Karena itu, marilah kita hentikan penyebaran pneumonia
sampai di sini.
Jangan biarkan anak-anak kita tumbuh bersama bayang-bayang pneumonia, yang bakal merusak kualitas masa
depan kita dan anak-anak
kita sendiri.
Stop pneumonia, kita
pasti bisa!
Comments
Post a Comment