REVIEW BUKU : I Will Find You (A Reporter Investigates the Life of the Man Who Raped Her) - Joanna Connors

 


Aku akan menemukanmu.


Satu kalimat utuh yang ketika dibaca bisa saja mengandung banyak arti, bisa saja tentang perhatian dan perlindungan. Tapi tidak bagi Joanna, kalimat ini sangat berbahaya dan menghantui dirinya seumur hidup. Kalimat yang dilontarkan oleh seseorang yang kehadirannya tidak pernah diduga oleh Jonna.

Kisah buku ini bermula dari Joanna yang datang ke sebuah teater untuk pertunjukan, namun tidak ada siapapun disana. Tentu saja karena ia terlambat untuk janji tersebut. Joanna seorang jurnalis yang bekerja di sebuah media massa di kotanya dan hari itu bertugas untuk datang menonton sebuah pertunjukan teater lalu mengulasnya.

Awalnya Joanna memutuskan untuk menunggu beberapa saat namun tidak ada yang pernah datang lagi ke teater itu, sehingga ia yakin bahwa pertunjukan sudah selesai dan seharusnya ia juga pulang. Belum sampai di pintu keluar, seorang pria menegurnya dan mengajaknya berbicara. Lalu mengatakan kepada Joanna bahwa pertujunkan sudah selesai, namun jika ia ingin melihat beberapa hal di belakang teater maka pria ini dapat menunjukkannya. Joanna sebenarnya tidak terlalu ingin melihat isi teater tersebut, namun ia juga diliputi rasa penasaran, tipikal jurnalis. Sehingga ia mengiyakan ajakan pria tersebut. Namun, belum selesai berkeliling dan melihat teater tersebut Joanna malah ditodong pisau dan diperkosa oleh pria asing tersebut.

I Will Find You terdiri dari dua puluh tiga bab yang diceritakan dengan alur maju. Cerita dalam buku ini juga menampilkan banyak sekali tokoh-tokoh yang mengambil bagian penting dalam kisah dan petualangan Jonna untuk mencari kisah pelaku.

I will find you menghadirkan kisah perjuangan seorang penyintas pelecehan seksual dengan lugas, gamlang, bebas dan tegas. Semua hal diceritakan secara detail, tentu saja mengulik kembali luka lama dan pengalaman menyakitkan bukan merupakan suatu hal yang mudah. Dalam buku ini, kita akan ikut berbagi kisah perjuangan Joanna ketika harus menjalani kehidupan setelah kejadian pelecehan tersebut. Bukan hanya merasa sakit secara fisik, namun psikis Joanna juga terganggu dan paling terluka dalam kasus ini. Ia berkali-kali menceritakan betapa memalukannya ia memiliki tubuh tersebut, perasaan bersalah menghantuinya berhari-hari bahkan ia mengutuk dirinya sendiri yang memilih untuk duduk di dalam teater tersebut tanpa langsung memutuskan untuk pulang.

Kisah pasca kejadian membuka mata kita semua bahwa kasus pelecehan seksual selalu memiliki dampak yang besar pagi korban dan keluarganya. Buku ini mengambil latar waktu sekitar tahun 1980an yang ketika dibaca, alur penyelesaian dan semua proses yang harus dilalu Joanna terasa begitu melelahkan. Ia hidup bersama ketakutan selama bertahun-tahun, merasa tidak aman dan tidak ada lagi kepercayaan diri yang ia punya. Hubungan dengan suami memburuk, ia menjadi tidak percaya pada siapapun termasuk ibunya. Namun, ia paham keluarga adalah support system paling penting.

Ketika Joanna berusaha untuk kembali menelusuri kehidupan pelaku pelecehan seksual ini, kisah-kisah yang dilontarkan oleh keluarganya tidak kalah menakutkan dan menyayat hati. Hubungan keluarga pelaku yang penuh ancaman, kejahatan tidak henti dan keluarga yang cerai-berai. Tapi tentu ini tidak kemudian menjadikan alasan tersangka untuk melakukan pelecehan seksual. Apapun motifnya, pelecehan seksual tetaplah pelecehan seksual dan merupakan tindak kriminal.

Beberapa bagian yang membuat saya merasa jengkel adalah ketika Jonna harus terus dan terus menceritakan kisah buruknya ini kepada banyak orang atas nama "penyelidikan kasus" ini sangat menganggu bagi saya. Belum lagi stigma yang harus ia hadapi ketika kasus ini di proses, saat itu isu antar ras masih sangat kental. Kebetulan Jonna merupakan orang kulit putih dan pelaku adalah orang kulit hitam. Isu ras ini juga dijelaskan menjadi hal yang membuat Joanna sendiri ketakutan, ia takut polisi dan jaksa atau hakim sekalipun melihat kasusnya bukan sebagai kasus pemerkosaan tapi kasus penyerangan antar ras. Ia tahu betul bahwa jika kasusnya dibalut dengan isu ras tentu akan beda jalan keluarnya.

Isu ras baru satu dari sekian banyak ketakutan Jonna ketika harus berhadapan dengan hukum. Ada masanya ketika ia mulai ragu dengan dirinya sendiri, merasa bahwa ia tidak konsisten dengan pernyataannya dan mulai taku dengan banyak hal. Padahal ini sebenarnya sering terjadi bagi korban kekerasan seksual, jelas karena pengalaman traumatis ini sangat menyakitkan untuk diingat kembali sehingga terkadang beberapa ingatan menjadi terdistorsi atau terganggu. Korban dalam keadaan shok, tentu tidak bisa dengan benar-benar jelas mengingat semuanya.

Kasus ini terjadi pada tahu 80an, pada saat itu Jonna dan isi kepalanya yang tertuang dalam buku menyalahkan sistem yang membuat keadaan seolah-olah korban adalah pihak yang paling bersalah. Ia mempertanyakan keadaan. Mengapa seorang perempuan harus merasa tidak aman ketika berjalan sendirian tengah malam, mengapa perempuan harus terus menutupi seluruh tubuhnya, mengapa banyak sekali ancaman dan larangan yang diberikan untuk perempuan, mengapa perempuan selalu merasa tidak aman ketika berada di tempat umum? Apa yang salah dengan wanita. Tentu, pertanyaan ini rasanya masih relevan sampai sekarang ketika kita berhadapan dengan kasus kekerasan seksual.

Selain kisahnya yang begitu bagus dan terarah, saya menyukai gaya menulis Joanna yang sangat dekat dengan pembacanya. Saya seperti membaca buku harian seseorang, bahkan beberapa kali merasa menjadi bagian dari seorang Joanna. Selain itu, bisa jadi karena Joanna merupakan seorang jurnalis maka tulisannya sangat tegas, straight to the point namun tidak menghilangkan unsur cover both sides yang selalu dijunjung tinggi oleh para jurnalis. Data dan fakta tambahan untuk setiap pernyataan yang dibuatnya juga dihadirkan dalam buku ini. Saya menikmati setiap bab dan melaluinya dengan baik, walaupun mungkin agak sedikit lambat karena tulisan ini dalam Bahasa Inggris sehingga beberapa kali harus kembali cek aplikasi terjemahan untuk memastikan arti dan menyesuaikan konteks.

Saran saya, buku ini harus menjadi salah satu buku yang kalian baca. Sebetulnya bisa saja dibaca kapanpun, mau dicicil atau dibaca di akhir pekan juga tetap menarik. Bahasa Inggris yang digunakan juga bukan kalimat yang super ribet, jadi pasti akan tetap mengerti.

Sebelum ada yang tanya, saya beli buku ini di Big Bad Wolf Jakarta tahun 2019. Sudah lama sekali bukan? Sekian dari saya untuk ulasan buku Jonna Connor - I Will Find You.

Terima kasih sudah membaca tulisan ini.

Salam Hangat,
Meylisa Sahan




Comments